Apakah internet dapat merusak otak dan pemikiran anak-anak ? Internet Bukan Perihal Yang Mengganggu Benak Anak, Kamu ketahui kesepakatannya: suatu fenomena sosial timbul dari ketidakjelasan jadi keakraban internasional dalam sekejap mata. Garpu rumput diasah, obor dinyalakan, serta benak yang lebih besar keluar dari jendela. Pinggul Elvis Presley, kulit yang disingkapkan oleh bikini, sihir Harry Potter- Anda hendak berpikir saat ini kita sudah belajar buat sesekali duduk serta dengan sungguh- sungguh mengelus dagu kolektif kita saat sebelum menulis pidato buat umat manusia.
Kamu salah: tajuk rencana yang diterbitkan di BMJ hari ini menyoroti satu lagi contoh celana dalam warga kita yang masuk ke dalam simpul yang maha kuasa.
Editorial berfokus pada Profesor Susan Greenfield, ilmuwan Inggris serta komentator populer, yang sudah mempublikasikan gagasan kalau pemakaian internet serta video permainan mempunyai dampak beresiko pada otak kanak- kanak serta pertumbuhan sikap.
Pemikirannya begitu keras sehingga novel terbarunya, Mind Change: gimana teknologi digital meninggalkan jejak mereka di otak kita, menarik kesejajaran yang disengaja dengan pergantian hawa, dengan alibi kalau kedua permasalahan itu sama berartinya untuk masa depan kita bersama. Prediksi seram Greenfield tentang masa depan otak kanak- kanak sangat mengejutkan, sangat tidak sebab betapa lemahnya fakta yang menunjang pemikiran ini.
Satu klaim merupakan kalau media jejaring sosial bisa berakibat negatif pada rasa bukti diri individu kanak- kanak, serta pula gimana mereka meningkatkan empati dalam persahabatan. Apalagi lebih kontroversial, Greenfield sudah menarik ikatan antara pemakaian media sosial serta pertumbuhan autisme.
Tetapi, beberapa besar riset di bidang ini sudah menciptakan kalau pemakaian web jejaring sosial oleh anak muda kerap kali tingkatkan mutu persahabatan yang terdapat. Pula ditemui kalau sebagian besar anak muda sesungguhnya menggambarkan bukti diri mereka dengan lumayan akurat di youtube.
Apa perkaranya, Kamu bisa jadi bertanya, bukankah ini cuma teori yang tidak beresiko? Aku sangat tidak sepakat. Ikatan yang diklaim antara media sosial serta autisme, yang tanpa fakta serta tidak masuk ide secara ilmiah, paling- paling menghina, serta sangat kurang baik menstigmatisasi.
Klaim Greenfield yang lain merupakan kalau pemakaian video permainan secara intens bisa menimbulkan kanak- kanak jadi kasar serta mempunyai rentang atensi yang lebih pendek. Sekali lagi, pemikiran ini memerlukan lebih banyak nuansa daripada yang disajikan. Satu pembahasan baru- baru ini, misalnya, menciptakan kalau bermain video permainan aksi sesungguhnya bisa membagikan sedikit kenaikan dalam keahlian kognitif.
Fakta yang menghubungkan video permainan kekerasan serta agresi pada kanak- kanak tidak jelas. Sebagian riset sudah menciptakan kalau bermain video permainan kekerasan bisa menimbulkan kenaikan kecil dalam jangka pendek dalam benak serta sikap kasar. Namun persoalan sudah diajukan tentang mutu fakta ini.
Riset spesial ini pula tidak memikirkan khasiat sosial yang dapat didapat dari bermain permainan. Bermain video permainan tidaklah pengalaman isolasi sosial semacam dahulu, serta persahabatan dan pendidikan sosial dari permainan multipemain pula dapat jadi sangat berarti.
Ini, pasti saja, bukan buat mengecilkan kekhawatiran lain yang bisa jadi menyertai kenaikan pemakaian media sosial serta video permainan di golongan kanak- kanak. Keamanan dunia maya serta pengorbanan kegiatan raga yang menyertai lebih banyak waktu di depan layar merupakan kekhawatiran berbasis fakta yang legal yang butuh dilibatkan oleh orang tua.
Namun isu- isu berarti ini terletak dalam bahaya besar dibayangi oleh dialog hiperbolik serta fakta ringan yang membingkai teknologi selaku mengganggu otak kanak- kanak. Terdapat sedikit fakta buat pemikiran ini.
Ilmuwan serta tanggung jawab mereka. Bisa jadi permasalahan terbanyak yang timbul dalam benak aku merupakan permasalahan tanggung jawab para ilmuwan.
Tidak terdapat upacara penerimaan buat jadi ilmuwan, tidak terdapat sumpah semacam Hipokrates, tidak terdapat tangan yang diletakkan di atas kitab suci sembari berjanji buat menegakkan ini ataupun itu. Tidak butuh buat seluruh ini, sebab tanpa menjajaki dasar- dasar sains, Kamu, lumayan simpel, bukan seseorang ilmuwan.
Inti dari sains merupakan evaluasi teori bersumber pada fakta yang ada. Ilmuwan merupakan manusia. Kami mempunyai kepercayaan serta prasangka kami sendiri, serta kadang- kadang nyaris tidak bisa jadi buat memisahkan diri dari ini.
Seperti itu kenapa salah satunya pembuat raja dalam sains merupakan fakta: pengamatan yang objektif serta tidak terbantahkan. Buat tiap teori ilmiah yang dibuktikan lewat pengamatan, terdapat lusinan yang tergeletak di lantai. Serta begitulah sepatutnya.
Ilmuwan bisa serta wajib memainkan kedudukan dalam wacana publik, paling utama dengan isu- isu berarti semacam akibat teknologi pada kanak- kanak. Sangat tidak, suara seseorang ilmuwan wajib– sukses– meningkatkan ukuran yang tidak memihak pada debat yang sangat bergairah.
Dikala ini cuma terdapat sedikit fakta kalau pemakaian internet serta video permainan menghasilkan” pergantian benak” pada kanak- kanak. Salah satunya perihal yang dibutuhkan buat mengganti posisi ini merupakan fakta kebalikannya.